Ini
ialah sebuah kisah pernikahan Seorang Laki-Laki Yang Sholeh Dengan Seorang
Wanita Sholehah Yang Menikah Karena ALLAH, Ketika Keburukan Rupa Dan Kecacatan
Fisik Menjadi Ujian Atas Pernikahan Mereka
Pernikahan
Islam
Hari
pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku
menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru
biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satu pun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang perkawinanku. Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari,
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satu pun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang perkawinanku. Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari,
“Jadi juga kau nikah sama buntelan karung hitam’ itu
….?!?” Duh……, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon
istriku disebut ‘buntelan karung hitam’.
“Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih
sama gadis hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat
kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!” sambung ibu lagi.
“Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia
kan ciptaan Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu…?” Kali ini aku
terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat
tersinggung mendengar ucapanku.
“Oh…. rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang
keluargamu. baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan
dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa
perempuan itu ke rumah ini
!!”
DEGG !!!!
“Yanto…. jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu
tiba,” teguran Ismail membuyarkan lamunanku.
Segera
kuucapkan istighfar dalam hati.
“Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah …akhi,”
sekali lagi Ismail memberi semangat padaku.
“Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud
almarhum dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai !” Alhamdulillah lancar
juga aku mengucapkan aqad nikah.
“Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih
setengah dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain.”
Di
kamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.Memandangi
istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami
saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk
menyapanya.
“Assalamu’alaikum …. permintaan hafalan Qur’annya mau di
cek kapan De’…?”
tanyaku
sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya.
Sebelum
menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku
membacakan hafalan Qur’an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku
setujui. “Nanti saja dalam qiyamullail,” jawab istriku, masih dalam tunduknya.
Wajahnya yang berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat
kuangkat dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa
aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.
Kini
aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku ‘tidak menarik’.
Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku mengusirnya.
Matanya
berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
“Bang, sudah saya katakan sejak awal ta’aruf, bahwa fisik
saya seperti ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang
tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang
banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam
malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya
ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam Malik
pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka,”
…
Dan
bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)
Mendengar
tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat- lekat.
Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat
itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang
namanya abadi dalam sejarah.
“Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah
rasa cinta dan kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat
mencintai dan menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas.”
Pelan
kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku.
Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal
ragu.
“Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang.
Sungguh… saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk,” ucapnya lagi.
“Tidak…De’. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu
karena Allah. Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan
ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil
menggenggam erat tangannya.
Malam
telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do’a kubentangkan
pada Nya.
“Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita
dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri
karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi
saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa
cinta
sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku
dengan-Mu dalam Jannah-Mu !”
Aku
beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah
istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar
mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa
menegakkan malam- malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.
Ia
senantiasa menjaga hafalan Kitab-Nya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah
Rasul
Nya.
“…dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan- tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada
Allah …” (QS. al- Baqarah:165)
Ya
Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka
muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat Yang Maha Pengasih
(Dicopy dari status fb teman kami Akhuna Aris. S. Jazahullah khairan katsira).
0 komentar:
Posting Komentar